Rabu, 04 Juni 2008

Derajat Pengetahuan

Percayakah anda kalau saya katakan, Jakarta itu berada di ujung barat, pinggir utara pulau jawa? Anda belum pernah mengenal saya. Anda tidak pernah bersua dengan saya. Kalau anda percaya begitu saja, itu disebut Taklid. Tapi, Buta. Mempercayai informasi tersebut sebagai sebuah kebenaran dan anda tidak kenal siapa yang mengatakan itu. Apakah saya bisa dipercaya? Apakah saya tidak berbohong? Taklid buta itu dekat sekali dengan kebodohan. Hal itulah yang membuat orang terjerumus dalam lembah kejahilan. Jauh dari ilmu pengetahuan yang sebenarnya. Kemudian menjadi pemujaan berlebihan kepada seseorang yang dianggap lebih tahu dan unggul.
Meskipun anda tahu bahwa Jakarta itu memang di sana. Dan anda yakin bahwa Jakarta itu memang di sana. Tetapi anda masih tidak mengenal saya. Anda tidak pernah menyelidiki siapa saya. Kalau anda mempercayai saya karena anda tahu kata-kata saya benar. Itu namanya masih taklid kalau anda tidak pernah mendatangi sendiri sebuah tempat yang bernama Jakarta. Meskipun sudah mendekati derajat Yakin. Jika anda pernah datang sendiri ke Jakarta, meskipun hanya di stasiun Manggarai (umpamanya) kemudian pulang. Anda sudah dapat dikatakan sebagai orang yang tahu dengan mata kepala sendiri. Anda menjadi orang yang mempunyai pengetahuan Ainul Yaqin. Jika anda sudah pernah menyusuri seluk beluk Jakarta, sehingga anda memiliki pengetahuan yang lebih tinggi lagi dari sekedar stasiun Manggarai. Anda sudah mencapai Haqqul Yakin. Begitulah.

Pengetahuan Ibadah
Orang yang berjalan mencari kebenaran, akan melalui stasiun-stasiun pengetahuan sebelum sampai kepada pengetahuan yang Haq, yang tidak diragukan kebenarannya. itulah derajat tertinggi dari ilmu pengetahuan. Dan ilmu yang paling mulia adalah ilmu Ma'rifat (ilmu mengenal Tuhan). Dengan mengenal Tuhan, manusia akan menyadari benar dirinya, fungsi dirinya pada alam semesta ini. Pandangannya meluas ke arah alam semesta dan menghormat. Dengan begitu terwujudlah yang dikatakan Rahmatan lil alamin (rahmad bagi seluruh alam). Meninggalkan keakuan yang egois. Meninggalkan pandangan picik. Jadilah dia seorang yang luas pandangan dan batinnya.
Tapi semua itu bisa dicapai dengan perjuangan. "Tiada kuciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepadaku" begitu firman Alloh. Lalu mengapa manusia di tempatkan di dunia ini? Kalau untuk beribadah mengapa manusia kesulitan dalam hidup di dunia? Dunia ini adalah lapangan perjuangan. Dengan hiasan dan hiburan bermacam-macam sebagai ujian. Dengan kesulitan, sakit, kemiskinan dan susah payah sebagai cobaan. Dengan kelengkapan seperti itu, pantaslah kalau disebut dunia itu ladang akhirat. Lapangan perjuangan, menanam kebaikan dan pulang ke negeri asal dengan bekal amal dan aman. Dan beribadah itu bukanlah ritual semata, tetapi sosial juga. "Setelah selesai engkau sholat (berdzikir) bertebaranlah engkau untuk mencari rejeki Alloh" (kalau tidak salah dalam Surat Qur'an Al Jumu'ah). Nah, sholat itu ibadah ritual yang diperintahkan, dan mencari rejeki itu juga ibadah sosial yang diperintahkan. Kemudian betapa banyak ayat-ayat Qur'an yang menyebutkan perintah untuk Sholat, berdzikir, mencari rejeki, membagi rejeki, menyedekahkan harta, memuliakan fakir miskin dan anak yatim. Itu semua gambaran dan penjelasan dari "Wa maa kholaqtul jinna wal innsaa ilaa liya'budun" (dan tiada Ku-ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepadaku). Semua adalah ibadah. hidup kita ini adalah ibadah, baik ritual dan sosial.

Tidak ada komentar: