Kamis, 28 Agustus 2008

Memaknai Puasa Ramadhan

Yaa ayuhaladzina amanu kutiba alaikumusysyiamu kama kutiba alaladzina minkob'likum la'alakum tattaqun..begitulah perintah Alloh dalam Al Quran. "Wahai orang-orang yang beriman, diperintahkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah diperintahkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa." Dari ayat tersebut, puasa adalah perintah untuk orang-orang yang beriman. Puasa ini telah diperintahkan Alloh kepada orang-orang beriman sebelum era Muhammad. Perintah itu dimaksudkan agar orang-orang beriman itu menjadi taqwa.
Semua ibadah itu didahului oleh niat. Bagaimana orang yang tidak beriman (percaya dan yakin) bisa berniat dengan sungguh-sungguh. Makanya, perintah itu hanya untuk orang-orang yang beriman. Adakah kaum beriman sebelum Muhammad menjadi nabi? Tentunya ada. Bukankah nabi-nabi sebelum Muhammad juga menerima perintah untuk puasa? Bahkan, puasa telah menjadi ritual yang khas yang dimiliki oleh setiap bangsa di dunia. Orang Kristen puasa, orang Budha puasa, orang Hindu puasa. Orang Jawa pun puasa. Tetapi bagi orang beriman, telah diperintahkan secara khusus untuk berpuasa. Bagi orang Islam, perintah puasa wajib itu jatuh pada bulan Ramadhan. Puasa satu bulan penuh dengan aturan-aturan yang telah kita ketahui bersama.
Perintah itu wajib dilaksanakan. Alloh memberi jalan, agar mudah-mudahan manusia itu menjadi taqwa. Apa itu taqwa? Saya telah menulisnya dengan mereka-reka TAQWA adalah Taat pada perintah dan larangan Alloh, Qona'ah atau menerima ketentuan Alloh tanpa protes dan mengeluh, Waro' artinya berhati-hati dan menjaga diri dari hal-hal yang haram hukumnya dan tidak jelas (subhat) dan tidak berlebih-lebihan (zuhud).

Puasa Lahir Batin
Puasa secara lahir adalah menghindari makan dan minum, bersenggama di siang hari. Menjaga perbuatan anggota badan agar tidak melanggar syara. Malamnya melatih diri dengan beribadah sholat malam, tadarus Al Qur'an, dan berdzikir. Secara batin, orang yang berpuasa itu mengekang nafsu manusiawi yang mengajak ke perbuatan rendah dan hina seperti riya, ujub, sombong, bergunjing, gosip, iri dan dengki, menuruti syahwat dsb.
Secara lahir menahan diri dari keinginan badaniah. Secara batin menahan keinginan rendah dari nafsu manusiawi. Bila berhasil melaksanakan yang demikian, insya Alloh puasanya sukses dan mudah-mudahan meperoleh derajat TAQWA. Subhanalloh...alhamdulillah...astaghfirulloh..Selamat Beribadah Puasa Ramadhan, semoga mencapai ridho Alloh dengan derajat taqwa

Minggu, 10 Agustus 2008

Mau Berubah, Bersabarlah

Aku ingin berubah, begitu kataku. Orang yang ingin berubah, paling tidak sudah mempunyai kesadaran atau pengenalan akan kekurangan-kekurangan pada diri sendiri. Orang miskin ingin berubah menjadi kaya. Dia sadar bahwa hidup dalam kemiskinan itu tidak enak. Lalu dia berkata, aku ingin berubah. Perubahan kondisi dari kemiskinan menjadi kecukupan (kaya). Lalu berjuanglah dia untuk menjadi kaya. Memeras keringat bekerja keras. Rela mengurangi makan dan kebutuhan yang tidak begitu penting.
Untuk berubah, kita harus mempunyai kesadaran lebih dulu. Kesadaran itu diperlukan untuk menentukan arah dan tujuan perubahan. Setelah sadar timbul niat yang diperlukan untuk membakar tekad dan semangat untuk berubah. Lebih dahulu, punyai kesadaran bahwa kita perlu berubah menjadi lebih baik.
Mengapa kita perlu berubah menjadi lebih baik? Bagi seorang yang beriman, perubahan ke arah yang lebih baik itu sangat diperlukan. Agar iman itu mencapai derajat yang kuat, perubahan harus selalu dilakukan untuk mencapai kebaikan. Akhlak yang baik, akan membuat iman bertambah cemerlang. Dengan akhlak yang baik, manusia bisa mendekatkan diri kepada Alloh. Alloh itu mahabaik, mendekatinya pun harus dengan jalan kebaikan dan kebagusan akhlak.
Hanya hati orang beriman yang mampu memandang Alloh, karena hati mereka bersih dan lembut. Kalau hati masih dipenuhi kotoran maknawi, mana mungkin bisa memandang Alloh. Nah, kesadaran akan kotoran-kotoran yang ada pada hati itu sangat diperlukan bagi mereka yang hendak mendekatkan diri kepada Alloh. Bagi setiap orang yang menghendaki dekat dengan Alloh, haruslah membersihkan hatinya dari kotoran-kotoran yang membuat buram cermin hati. Karena hanya dengan hatilah manusia bisa memandang Alloh.
Sebagai contoh, bagaimana kiranya bila ada seorang pengemis dekil, bau dan kotor hendak menghadap Raja? Belum sampai menginjak lantai istana, hanya baru sampai di gerbang saja sudah diusir oleh para pengawal. Begitulah, bagaimana kita menghadap Alloh kalau hati kita masih compang-camping dan kotor? Tentu akan sulit sekali. Nah, dengan kesadaran itu, kita mulai berjuang untuk menghilangkan kotoran-kotoran hati. Apa saja kotoran hati itu? Segala sifat manusiawi yang bila dituruti akan menimbulkan keburukan misalnya, iri dan dengki, sombong, riya, takabur, ujub, tidak amanat, kikir, bakhil dsb. Bila kita sadar bahwa kita masih mempunyai sifat-sifat tersebut, maka perlulah bendera perjuangan kita kibarkan terus menerus. Sampai datangnya kemenangan diri atas keburukan-keburukan tersebut. Ini memerlukan waktu yang panjang.
Biasanya, kita sadar bahwa kita mempunyai sifat buruk tetapi sulit sekali menghilangkannya. Kita lebih sering menuruti hawanafsu. Maka diperlukan niat dan tekad yang kuat untuk berubah menjadi lebih baik. Merdeka dari dari jajahan sifat-sifat rendah kemanusiaan. Tapi jangan pernah putus asa. Berapapun waktu yang diperlukan, betapa sakit rasa penderitaan tetaplah bertahan. Sekali waktu jatuh, sekali waktu bangun tetapi bertahan tidak putus asa. Karena Alloh memberi rohmat kepada siapa saja yang berjuang menuju kepadanya. Bersabarlah menghadapi dan menghilangkan sifat-sifat rendah kita. Waasta'inu bi sobri washolah